- Koordinator Pembelaan Kaum Ibu dan anak (PKIA).

- Sekretaris Forum Redam Korupsi (FORK) – Cabang Jakarta.

- Sekretaris Konsultasi Hukum Bagi Rakyat Tertindas.

Kamis, 20 Juni 2013

Bukti Lemahnya Penegakan Hukum di Indonesia

AKSI kekerasan atas nama suku agama ras dan antargolongan (SARA) masih sering terjadi di negeri kita tercinta ini. Sebagian kelompok masyarakat yang mengatasnamakan diri mereka sebagai pembela suatu agama berkali-kali melakukan aksi memberantas kemaksiatan massal. Terkadang, aksi ini diiringi dengan tindakan anarkis, merusak, mensweeping, bahkan menganiaya, membuat masyarakat resah. Keresahan masyarakat ini bukan tanpa alasan.

Di balik kebebasan dalam beragama dan memeluk keyakinan yang berlaku di negeri ini, masih ada kelompok yang memaksakan kehendak, untuk mengikuti atau meninggalkan hal yang dilarang oleh agama mereka yang tidak jarang diiringi dengan kekerasan. Masyarakat resah bukan karena mereka tidak mau mengikuti ajakan mereka, namun mereka resah karena tindakan kekerasan yang tidak jarang dilakukan oleh kelompok tersebut.
Ketidakpuasan


Tindakan mereka pada dasarnya adalah baik, yakni memberantas kemaksiatan yang merajalela di negeri kita ini. Mereka menganggap jika hanya amar makruf (mengajak kebaikan) tanpa nahi munkar (mencegah kemungkaran), maka tidak akan tercipta masyarakat yang baik. Ibarat sawah, jika hanya ditanami padi tanpa memberantas hama tikus, wereng, dan lain sebagainya, maka tidak akan menghasilkan panen yang baik. Sudah banyak orang yang melakukan amar makruf, mulai dari da'i, guru, para cendekiawan dan aparat pemerintah, namun sedikit sekali dari mereka yang secara langsung dan terang-terangan menolak kemungkaran.

Di negeri ini mungkin hanya ada satu institusi yang berwenang dalam menolak kemungkaran, yakni Kepolisian dan penegak hukum lain. Karena kinerja Kepolisian dan para penegak hukum yang belum mampu untuk menolak kemungkaran secara baik, ketidakpuasan dan keresahan masyarakat pun menyeruak demi melihat masih merajalelalnya kemungkaran di sekitar mereka. Tidak heran, tergeraklah mereka untuk bertindak memberantas kemungkaran tersbeut dengan tangan mereka sendiri.

Tindakan ormas ini memberantas kemungkaran yang tanpa disertai wewenang khusus dalam memberantas kemungkaran membuat mereka bertindak dengan cara sendiri. Prosedur hukum pun ditinggalkan, karena menurut mereka, hukum yang berlaku sekarang ini tidaklah mempan untuk memberantas kemungkaran bahkan cenderung dipermainkan oleh para aparat penegak hukumnya.
Tindakan mereka yang di luar koridor hukum inilah yang membuat tindakan mereka dinilai anarkis oleh sebagian masyarakat. Tak jarang mereka melakukan kekerasan karena berbagai cara telah dilakukan, namun kemaksiatan belum juga sirna.


Dibubarkan?


Keresahan sebagian masyarakat akan 'ulah' kelompok ini berujung pada tuntutan pembubaran kelompok tersebut. Menurut mereka, kelompok yang suka bertindak anarkis ini memang benar-benar meresahkan. Namun, kita belum tahu sebenarnya, siapakah sebagian masyarakat yang menuntut pembubaran itu? Apakah mereka termasuk pelaku kemungkaran yang merasa nyaman dengan aparat penegak hukum, namun merasa terganggu dengan dengan tindakan kelompok ini atau benar-benar masyarakat yang baik, namun merasa terganggu dengan ulah mereka?

Lemahnya penegakan hukum yang berakibat pada merajalelanya kemungkaranlah yang membuat mereka tergerak untuk beraksi. Mereka akan senantiasa melancarkan aksi mereka selama masih merajalelanya kemungkaran di sekitar mereka dan hukum belum benar-benar ditegakkan dan membuat jera pelaku kemungkaran.

Pembubaran kelompok mereka tidak akan berdampak apapun terhadap aksi mereka, karena selama masih ada kemungkaran dan hukum belum mampu memberantasnya, maka mereka akan tergerak untuk memberantasnya. Justru ini adalah tamparan keras bagi aparat penegak hukum agar mereka memperbaiki kinerja mereka, menegakkan keadilan, mengajak kebaikan dan memberantas kejahatan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar