- Koordinator Pembelaan Kaum Ibu dan anak (PKIA).

- Sekretaris Forum Redam Korupsi (FORK) – Cabang Jakarta.

- Sekretaris Konsultasi Hukum Bagi Rakyat Tertindas.

Sabtu, 18 Mei 2013

Perlindungan Hukum terhadap Anak di Indonesia


Anak adalah bagian dari generasi muda sebagai salah satu sumber daya manusia yang merupakan penerus cita-cita perjuangan bangsa, yang memiliki peranan strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus, memerlukan pembinaan dan perlindungan dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental dan sosial.

Anak yang dikategorikan sebagai pelaku tindak pidana adalah anak yang sedang berhadapan dengan kasus hukum
tertentu. Meskipun masih tergolong dalam kategori anak, hukum tetap wajib menjamin perlindungan terhadap anak yang sedang dalam proses hukum. Hal ini merupakan konsekwensi dari ketentuan Pasal 28B Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang menjelaskan bahwa ”Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”.

Menurut Undang-Undang Perlindungan Anak pasal 64, bentuk perlindungan terhadap anak yang berkonflik dengan kasus hukum dan anak korban tindak pidana antara lain:
1. Perlakuan atas anak secara manusiawi sesuai martabat dan hak-hak anak;
2. Penyediaan petugas pendamping khusus bagi anak sejak dini;
3. Penyediaan sarana dan prasarana khusus;
4. Penjatuhan sanksi yang tepat untuk kepentingan terbaik bagi anak;
5. Pemantauan dan pencatatan terus-menerus terhadap perkembangan anak yang berhadapan dengan   hukum;
6. Pemberian jaminan untuk mempertahankan hubungan dengan orang tua dan keluarga;
7. Perlindungan melalui pemberitaan identitas melalui media massa dan untuk menghindari labelisasi.

Beberapa waktu yang lalu, Pemerintah juga membuat RUU tentang sistem peradilan anak. Prinsip perlindungan hukum pidana anak yang akan diterapkan disesuaikan dengan Konvensi Hak-Hak Anak sebagaimana yang telah diratifikasi oleh pemerintah Republik Indonesia pada tanggal 26 Januari 1990 di New York Amerika Serikat, terutama dalam artikel 37 secara rinci ditegaskan diantaranya:
1. Tidak seorang anak pun dapat dirampas kemerdekaannya secara melawan hukum atau secara sewenang-wenang;
2. Setiap anak yang dirampas kemerdekaannya akan dipisahkan dari orang dewasa dan berhak melakukan hubungan dengan        keluarganya;
3. Setiap anak yang dirampas kemerdekaannya berhak memperoleh bantuan hukum, berhak melawan serta     menentukan dasar hukumnya.

Substansi yang diatur dalam Undang-Undang ini antara lain mengenai penempatan Anak yang menjalani proses peradilan dapat ditempatkan dalam Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA), dan yang paling mendasar dalam Undang-Undang ini adalah pengaturan secara tegas mengenai Restoratif Justice dan Diversi, yaitu dimaksudkan untuk menghindari dan menjauhkan Anak dari proses peradilan sehingga dapat menghindari stigmatisasi terhadap Anak yang berhadapan dengan hukum dan diharapkan Anak dapat kembali kedalam lingkungan sosial secara wajar. Oleh karena itu sangat diperlukan peran serta semua pihak dalam rangka mewujudkan hal tersebut. Pada akhirnya proses ini harus bertujuan pada terciptanya keadilan restoratif baik bagi Anak maupun bagi Anak sebagai Korban. Keadilan restoratif merupakan suatu proses diversi dimana semua pihak yang terlibat dalam suatu tindak pidana tertentu bersama-sama memecahkan masalah, menciptakan suatu kewajiban untuk membuat segala sesuatunya menjadi lebih baik dengan melibatkan Anak Korban, Anak, dan masyarakat dalam mencari solusi untuk memperbaiki, rekonsiliasi, dan menentramkan hati yang tidak berdasarkan pembalasan. Namun pada dasarnya, Undang-Undang tentang Sistem Peradilan Pidana Anak ini mengatur mengenai keseluruhan proses penyelesaian perkara Anak yang berhadapan dengan hukum mulai tahap penyelidikan sampai dengan tahap pembimbingan setelah menjalani pidana.

Perubahan terhadap Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3668) dilakukan dengan tujuan agar dapat terwujud peradilan yang benar-benar menjamin perlindungan kepentingan terbaik Anak yang berhadapan dengan hukum sebagai penerus bangsa.

Anak yang melakukan tindak pidana atau dalam praktek sehari-hari di pengadilan disebut sebagai anak yang sedang berhadapan dengan hukum, harus diperlakukan secara manusiawi, didampingi, disediakan sarana dan prasarana khusus, sanksi yang diberikan kepada anak sesuai dengan prinsip kepentingan terbaik anak, hubungan keluarga tetap dipertahankan artinya anak yang berhadapan dengan hukum kalau bisa tidak ditahan/dipenjarakan kalaupun dipenjarakan/ditahan, ia dimasukkan dalam ruang tahanan khusus anak dan tidak bersama orang dewasa.

Anak yang melakukan tindak pidana menurut defenisi hukum Nasional adalah ” orang yang dalam perkara Anak Nakal telah mencapai umur 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin. Sedangkan definisi dari ”Anak Nakal” adalah anak yang melakukan perbuatan yang dinyatakan terlarang bagi anak, baik menurut peraturan perundang-undangan maupun menurut peraturan hukum lain yang hidup dan berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan.

Anak yang melakukan tindak pidana atau dalam praktek sehari-hari di pengadilan disebut sebagai anak yang sedang berhadapan dengan hukum, harus diperlakukan secara manusiawi, didampingi, disediakan sarana dan prasarana khusus, sanksi yang diberikan kepada anak sesuai dengan prinsip kepentingan terbaik anak, hubungan keluarga tetap dipertahankan artinya anak yang berhadapan dengan hukum kalau bisa tidak ditahan/dipenjarakan kalaupun dipenjarakan/ditahan, ia dimasukkan dalam ruang tahanan khusus anak dan tidak bersama orang dewasa. Selain itu, diberikan pula jaminan perlindungan terhadap anak-anak yang berhadapan dengan hukum ditetapkan sebagai kelompok anak yang membutuhkan ”Perlindungan Khusus”.

Mendidik anak merupakan hal yang penting untuk mempersiapkan generasi muda Indonesia yang akan datang. Mengenalkan hukum dan mengajarkan anak untuk taat hukum sejak dini juga perlu dilakukan oleh orang tua dan pendidik di sekolah. Hukum juga harus memberikan ruang bagi anak untuk terus berkembang dan terlindungi sesuai kapasitas pertumbuhannya. Untuk itu diharapkan generasi muda di masa datang lebih bisa mentaati hukum yang berlaku.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar