- Koordinator Pembelaan Kaum Ibu dan anak (PKIA).

- Sekretaris Forum Redam Korupsi (FORK) – Cabang Jakarta.

- Sekretaris Konsultasi Hukum Bagi Rakyat Tertindas.

Jumat, 10 Mei 2013

Peran Perempuan dalam Pemberantasan Korupsi


Dalam berbagai artikel korupsi, sering disebut mengenai peran kaum perempuan
dalam proses pemberantasan korupsi. Hal ini karena posisi perempuan yang
dipandang strategis dan cukup efektif dalam mencegah pembudayaan korupsi di
tengah kehidupan masyarakat Indonesia.

Sedemikian besarnya peran perempuan, sehingga selain dipandang sebagai matahari
yang memberi semangat juga bisa dianggap sebagai kuda hitam. Di mana nantinya
sang kuda inilah yang akan menghancurkan kehidupan seseorang.


Bukan hanya melalui artikel korupsi, hal ini sudah nampak dalam dunia
perpolitikan tanah air yang melibatkan perempuan. Mulai dari kasus video mesum
seorang anggota dewan yang berujung pada pencopotan kedudukan sang anggota dewan.
Kasus tokoh agama yang disangkakan memiliki hubungan dengan seorang wanita muda,
dan juga kasus video dan foto mesum para artis.

Namun perempuan tak selamanya memiliki sejarah negatif. Begitu banyak nama
perempuan perkasa yang namanya harum hingga sekarang. Tersebut mulai sederet
pahlawan nasional macam Cut Nya Dien, Christina Martha Tiahahu, R.A Kartini
hingga di era modern tersebut Susi Susanti dan Pratiwi Sudharmono. Itulah
sedikit nama yang memiliki peran penting dalam perjalanan sejarah Indonesia
hingga saat ini.

Perempuan di Era Modern

Pada masa reformasi seperti sekarang ini, di mana perang terhadap korupsi begitu
gencar dilakukan. Salah satunya melalui artikel korupsi yang menyebutkan bahwa
peran perempuan begitu diharapkan untuk mengurangi praktek hitam ini. Meski
bukan sebagai pelaku langsung, namun mau tau mau kenyataan bahwa perempuan
memiliki peran dalam penciptaan praktek korupsi.


Mengapa demikian? Salah satunya adalah bahwa mayoritas perempuan di Indonesia
memainkan peran sebagai ibu rumah tangga. Dalam peran ini, perempuan memiliki
kekuasaan dalam pengaturan arus uang yang diterima dari gaji suami dan pemakaian
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dari sinilah proses kecukupan ekonomi bisa
ditentukan, dan juga merupakan sebuah proses awal munculnya budaya korup atau
tidak.

Seorang perempuan yang baik tentu akan mampu mengatur keuangan keluarga,
sehingga semua dari penghasilan halal yang diterima mampu dioptimalkan untuk
memenuhi kebutuhan keluarga. Di sisi lain, seorang perempuan yang berperan
sebagai ibu rumah tangga, juga harus bisa memerankan diri sebagai manajer rumah
tangga.

Yakni sebagai sosok yang mampu mengontrol dan mengaudit penghasilan yang
diperoleh kepala keluarga. Sehingga pada akhirnya akan muncul kejelasan,
mengenai berapa sebenarnya penghasilan suami dan juga sumber keuangan yang
diperoleh. Inilah yang saat ini mulai jarang nampak di lingkungan rumah tangga,
khususnya di Indonesia.

Seorang ibu rumah tangga, sudah semakin banyak yang tidak peduli terhadap asal
usul penghasilan suaminya. Berapapun penghasilan yang diberikan seorang suami,
lebih sering diterima tanpa ada proses bertanya tentang asal usul penghasilannya.
Bahkan yang terjadi adalah, semakin banyak uang yang diberikan seorang suami,
maka semakin diamlah sang perempuan tersebut.

Dalam konteks seperti ini, kebiasan demikian haruslah diubah. Seorang istri
harus berani bertanya manakala suaminya memberikan uang belanja melebihi dari
yang biasa diterima. Ini merupakan sebuah sikap hati-hati untuk mencegah sang
suami memperoleh tambahan penghasilan dari jalan yang tidak semestinya.

Jika seorang suami tidak bisa memberikan penjelasan, maka seorang istri harus
bisa sesegera mungkin memberikan peringatan kepada suaminya untuk tidak
melakukan tindakan yang melanggar hukum. Bisa dikatakan hal seperti ini
merupakan salah satu tindakan audit internal atas keuangan rumah tangga. Jika
bisa dilakukan, minimal akan mempersempit peluang bagi seorang suami untuk
melakukan tindakan melanggar hukum, dalam hal ini korupsi.

Peran perempuan dalam pencegahan korupsi bisa pula dilakukan dengan cara lain.
Seperti misalnya mengubah gaya hidup mewah dan cenderung boros. Sebab salah satu
motivasi seseorang melakukan korupsi adalah demi memenuhi kebutuhan hidup yang
biasanya cenderung mewah dan berlebihan.

Di luar negeri tercatat, istri mantan presiden legendaris Filipina, Ferdinand
Marcos tercatat sebagai perempuan dengan koleksi sepatu terbanyak di dunia.
Namun di sisi lain, sang suami yaitu Marcos, harus melarikan diri dari negeri
yang dipimpinnya. Hal ini terjadi, sebab Marcos dituduh melakukan korupsi dalam
jumlah yang tidak sedikit.

Jika dianalisa dengan apa yang terjadi pada istrinya, bisa diambil kesimpulan
bahwa salah satu motivasi Marcos melakukan korupsi adalah demi memenuhi nafsu
sang hobi istri dalam hal berbusana. Di Indonesia, gejala seperti ini sudah
nampak mewabah terutama di kalangan istri-istri pejabat.

Tecatat dalam setiap kegiatan Singapore Great Sale yang merupakan wahana dagang
negeri jiran, selalu tercatat bahwa pembeli barang-barang mewah dalam jumlah
banyak selalu datang dari Indonesia. Dan pembelinya hampir bisa dipastikan dari
kalangan istri pejabat, di samping deretan artis Indonesia.

Padahal dalam event tersebut, barang yang dipajang masih tergolong barang super
mewah untuk ukuran Indonesia. sehingga bisa diraba, bagaimana pola hidup dari
para istri pejabat yang selain gemar berbelanja di acara tersebut, juga sering
diberitakan berbelanja besar-besaran saat sedang menemani sang suami ke berbagai
tempat di dunia ini.

Jika seorang istri mampu memainkan peran sebagai ibu rumah tangga bijak yang tak
silau oleh berbagai gemerlap kemewahan, merupakan cara yang efektif untuk
meredam nafsu korup para pejabat. Sebab, dengan gaji murni saja, sebenarnya para
pejabat di Indonesia sudah lebih dari cukup untuk bisa hidup layak tanpa perlu
menilep kanan kiri.

Dari dua sisi itu saja, nampak sekali betapa besar sebenarnya peran para
perempuan dalam menangkal dan memberantas budaya korup di negeri ini. Namun
selama ini hal demikian belum banyak dilakukan. Penanganan korupsi masih sebatas
pada pemrosesan terhadap pelaku korupsi saja.

Padahal begitu banyak faktor yang mempengaruhi seseorang melakukan tindakan
korupsi. Dan faktor dari kehidupan di rumah merupakan salah satu faktor yang
memiliki peran cukup besar dalam proses penciptaan budaya korup. Mengingat dari
tradisi di rumahlah, sebuah perilaku seseorang bisa terbentuk dan terwujudkan
dalam perilaku di lingkungan luar rumahnya.

Dengan demikian, dalam proses pemberantasan korupsi memanfaatkan kaum perempuan
yang menjadi istri pejabat merupakan salah satu langkah efektif. Selain dengan
memberikan ancaman hukuman bagi para pelaku korupsi itu sendiri. Pengoptimalan
peran sebagai istri, sebagai pengawas internal untuk para suami yang berposisi
sebagai pejabat negara tak ada salahnya dicobakan.

Para istri bisa diminta berperan sebagai seorang auditor dalam mengawasi arus
keuangan suaminya. Dan manakala menemukan hal-hal yang janggal dalam sistem
keuangan suami, maka sang istri bisa langsung meminta keterangan sejak dini. Hal
ini penting untuk mencegah peluang makin membesarnya penyalahgunaan wewenang
demi keuntungan pribadi melalui korupsi tersebut.

Jika memang ditemukan hal yang janggal, seorang istri bisa berperan sebagai
seorang advisor agar sang suami bisa tetap berada pada rel yang lurus. Bukan
justru sebaliknya, mendorong suami untuk makin mempertebal kocek pribadi dengan
menggiatkan kegiatan korupsi tersebut.

Demikianlah, begitu besar peran perempuan. Tidak hanya dalam proses perjuangan
fisik merebut kemerdekaan ataupun memperoleh prestasi tingkat internasional.
Namun di rumah pun, seorang perempuan bisa turut berperan dalam mewujudkan
sebuah negara yang bersih dan bebas dari perilaku korup. Sehingga para perempuan
ini tidak lagi bisa disebut sebagai "kanca wingking".

Sumber : http://www.anneahira.com

1 komentar: